Thursday, February 17, 2011

Pidato Bung Karno Pada Saat Proklamasi 17 Agustus 1945

Refleksi Sejarah

13451716572090794039

1345084382217702814
Kemarin, refleksi ku tentang 16 Agustus 1945, diakhiri dengan kata-kata berikut,

Di rumah Lakasmana Bala Tentara Jepang itu, teks proklamasi kemerdekaan, dirumuskan; dirumuskan oleh para pemuda pejuang dan patriot pada masa itu. Secarik kertas bersejarah, yang berisi satu dua kalimat, namun disusun, dibahas, didiskusikan oleh banyak orang, antara lain, (Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah) menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi, [... tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan pemuda, menunggu ...] menanti dengan penuh harapan serta pengharapan, dan bahkan kepastian.

Itu, … adalah sepenggal proses peristiwa yang telah terjadi, yang kini menjadi sejarah; sejarah yang tak pernah terulang …

Proses patriotik, semangat, kebersamaan, kesatuan, menuju Indonesia yang merdeka dan bebas dari cengkeraman asing.


(hari ini, ku lanjutkan) Proses penyusunan dan pengetikan di rumah Laksmana Maedah tersebut, harus menghasilkan teks Proklamasi yang singkat, padat, jelas …. muncul dari suatu proses diskusi yang panjang antara para National Building. Lihat proses ini,


Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas.

Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.

Kalimat pertama dari teks Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai;


Kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta; menurut Hattakalimat pertama merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, maka perlu ditambahkan pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan.



Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu, Sayuti Melik, mengetik oretan-oretan Bung Karno pada secarik kerta,

Waktu bergulir cepat jelang sahur dan subuh; mereka yang puasa melakukan sahur dan sholat subuh; kemudian Bung Karno Istirahat.

17 Agustus 1945, jelang 10.00 pagi, banyak hal yang di dadakan disiapkan; tidak banyak yang ada, para pemuda, rakyat sekitar, dan semuanya apa adanya; termasuk tiang bambu untuk bendera; protokoler seadanya. Tapi, yang tidak adanya adalah semangat dan tekad memerdekakan diri; proses yang membuat proklamasi tersebut bisa terjadi - terlaksana.



Inilah detik-detik Proklamasi tersebut:

“Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita.


Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya.

Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.


Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri.

Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri.

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya.

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia, permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami:



134516318848196191wikipedia.org
Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.”

Pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di depan tiang.

Tanpa ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil benderadari atas baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.


Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya.


1345084382217702814


11:00 WIB, 17 Agustus 1945, sudah ada Republika Indonesia. Membongkar semua arsip sejarah sekitar 17 Agustus 1945, ternyata ada peran semua etnis, suku, agama, tua, muda, laki-laki, permpuan, dan semuanya.

Tak ada yang merasa tak terwakili oleh Soekarno - Hatta; tepat jika Soekarno - Hatta menyetujui usulan Sukarni, bahwa hanya Soekarno - Hatta lah yang menandatangani teks Proklamasi.

Tidak ada yang keberatan, tak ada pula yang sakit hati, dan tak ada juga yang merasa bahwa dirinya tak termasuk yang diwakili. Itu, hanya bisa terjadi karena, semua hati, semua jiwa, semua semangat, semua tekad bertumpu menjadi satu, SATU INDONESIA untuk semua yang ada di NUSANTARA.


Mereka yang ada dan sibuk pada masa lalu, sekitar 17 Agustus 1945, telah memberi teladan indah kepada generasi berikut hingga saat ini.