Wednesday, February 16, 2011

Proklamasi Kemerdekan dan Revolusi Subuh

Tidur setelah salat subuh itu nikmat sekali. Seakan kita menebus “perjuangan” untuk bangun pagi jam setengah lima atau jam limaan, dibayar tunai dengan tidur kembali setelahnya. Padahal sunnah nabi biasanya setelah salat subuh, diadakan taklim beberapa menit. kemudian bergegaslah berolahraga, atau bekerja mencari rezki. Kata Prof. Yunahar Ilyas dalam pengajian ramadan-nya Musfuk beberapa pekan lalu, itulah hikmah mengapa salat subuh hanya dua rakaat dan di-haramkan salat sunnah sesudahnya. Ekspektasi yang mungkin adalah, pasca salat subuh adalah saat untuk berkiprah, bergegas menyiapkan kerja dan kemudian bertebaran mencari rezki Tuhan.

Saya teringat seorang rajin berjamaah di masjid. Usianya sekarang sudah 90-an tahun, masih sehat untuk usia setua itu walaupun skrg sudah tidak ke masjid lagi untuk berjamaah subuh. Dulu ketika tahun 90-an, saya masih sering membukakan pintu rumah di pagi hari ketika beliau baru pulang dari masjid. Rutinitas kakek ini memang teratur, tak heran ingatannya masih kuat, tidak pikun, sangat jarang sakit. Jam sepuluh malam biasanya beliau berangkat tidur, dan jam empat pagi sudah terbangun untuk tahajud. Setelah itu, dia berangkat ke masjid yg jaraknya sekitar 15-20 menit dari rumah. Sehabis salat, biasanya dia jalan-jalan pagi dengan jamaah lainnya. Lalu balik ke rumah sebentar untuk sarapan, kemudian ke pasar untuk belanja keperluan warung tempatnya berjualan. Ke pasar, beliau tidak pernah menumpang angkot, namun berjalan kaki meskipun butuh waktu setengah jam untuk sampai. Baru ketika balik ke rumah, beliau naik becak. Alhamdulillah usia yang panjang untuk ukuran rata-rata umur orang Indonesia.

Bagi sebagian orang, pagi hari adalah waktu-waktu produktif. Tak heran, intelektual sekaliber alm Nurcholis Madjid, konon menghabiskan waktu sehabis shalat subuh itu untuk membaca dan menulis. Jika kita membaca Biografi Abdus Salam: Cosmic Anger, terlihat jelas ilmuwan peraih Nobel ini justru menempatkan kulminasi produktifitasnya di pagi hari. Fisikawan dunia yang juga kolega Abdus Salam di Trinity College sudah menganggap biasa jika menerima telepon Abdus Salam di pagi buta hanya untuk berdiskusi atau menanyakan hal-hal yg berkaitan dengan penelitian. Kebiasaan Abdus Salam adalah tidur lebih awal di malam hari, untuk kemudian dapat bangun jam tiga atau empat subuh. Lalu sehabis salat, dia bekerja di kantornya sambil memutar kaset ayat-ayat Al Quran.

Proklamasi kemerdekaan kita yang hari ini bertepatan yang ke-67 tahun, juga terjadi melalui revolusi subuh sehabis sahur. Dalam Api Sejarah 2-nya Prof Ahmad Mansur Suryanegara, kronologi detik-detik kemerdekaan dijelaskan dengan sangat detail. Tanggal 16 Agustus 1945, Sukarno dan Hatta diculik oleh tokoh pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh dan Wikana. Mereka berdebat seru tentang proklamasi kemerdekaan yang oleh pemuda sebaiknya segera dilakukan as soon as possible, sementara tokoh2 tua memiliki pertimbangan rasional demi menghindari banyaknya korban jiwa, apalagi Belanda akan kembali setelah Jepang kalah perang. Namun akhirnya, Sukarno mengatakan bahwa sejak di Saigon dia telah merencanakan bahwa tanggal 17 adalah saat yang tepat. Menurutnya, 17 adalah “angka keramat” untut saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Jusuf Kunto dari pihak pemuda mengantar Ahmad Subarjo dan asistennya Sudiro untuk menjemput Sukarno dan Hatta di Rengasdengklok. Rombongan Sukarno dan Hatta lalu kembali ke Jakarta, tiba jam setengah sembilan malam di rumah Laksamana Tadashi Maeda, jalan Imam Bonjol No. 1. Di rumah itu, dimulailah rapat penyusunan teks proklamasi. Miyoshi, orang kepercayaan Maeda, Sukarni, Sudiro dan BM Diah menyaksikan bagaimana Sukarno, Hatta dan Ahmad Subarjo berdiskusi menyiapkan teks yang sangat bersejarah itu. Beberapa orang lainnya berkumpul di teras rumah. Jam empat subuh, Sukarno membuka rapat dengan membacakan konsep proklamasi untuk ditik oleh Sayuti Melik. Sementara hadirin lainnya bersantap sahur dengan mengambil makanan yg disiapkan tuan rumah. Setelah selesai ditik, semua orang yang hadir berkumpul di ruangan dan Sukarno didampingi Hatta berkata “keadaan memaksa kita untuk mempercepat pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara dapat menyetujuinya”. Setelah disetujui untuk ditandatangani oleh Sukarno-Hatta mewakili Bangsa Indonesia sebagaimana diusulkan Sukarni. Hal ini berbeda dengan usul Hatta agar teks ditandatangani oleh semua yg hadir, meniru Declaration of Independence nya Amerika Serikat.

Pukul lima pagi, hari jumat tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda itu dengan lega telah menyelesaikan teks proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamirkan kemerdekaan jam sepuluh pagi, di rumah Sukarno jalan Pegangsaan timur Jakarta. Hal ini sebagai jalan yang aman ketimbang mengadakannya di Lapangan Ikada sebagaimana usul Ahmad Subarjo. Faktor keamanan dan kecurigaan pihak Jepang ketika itu terlalu beresiko mengumpulkan banyak orang. Hatta menyampaikan pesan agar pihak pemuda yang bekerja pada kantor berita untuk menyiarkan ke seluruh dunia.

Tepat pukul 10.00, Sukarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. “Demikianlah Saudara-saudara! kita sekalian telah merdeka!”, kata Bung Karno dihadapan mereka yang hadir. Lalu lagu kebangsaan dinyanyikan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Revolusi dimulai di hari itu, meskipun upacaranya berlangsung sangat sederhana. Tanpa protokol, tanpa korps musik, tak ada konduktor. Tiang bendera pun hanya dari batang bambu kasar yang sempat ditanam beberapa menit menjelang upacara.

Demikianlah revolusi dimulai di subuh hari itu.

Imran Z