Monday, February 7, 2011

Elit Bangsa Maya Gunakan Teater untuk Menindas Minoritas

Panggung teater yang terletak di dalam kompleks istana bukanlah untuk seni pertunjukkan hiburan, melainkan digunakan sebagai alat politis.

suku maya,meksiko,chiapasReruntuhan peninggalan suku Maya di Chiapas, Meksiko. (Thinkstockphoto).

Sebuah panggung teater unik milik suku Maya ditemukan pada situs arkeologi di Plan de Ayutla, di Ocosingo, Chiapas, Meksiko. Keunikan panggung teater ini terletak pada letak dan fungsinya.

Menurut informasi dari National Institute of Anthropology and History (INAH) bangunan yang telah berusia 1.200 tahun ini bukanlah digunakan sebagai tempat pertunjukkan seni dan budaya. Melainkan digunakan oleh kaum elit Maya untuk melegitimasi kekuasaan dan menundukkan kaum minoritas.

Lokasi bangunan ditemukannya pun tak lazim yakni berada di dalam lingkungan istana, ujar Direktur proyek penelitian, Luis Alberto Martos Lopez.


Terletak di Acropolis Utara, panggung teater ini tertutup oleh bangunan di semua sisi yang tertanggal 250-550 SM. Arsitektur yang tidak biasa membuat panggung teater ini hanya mampu menampung 120 orang.



"Ini berbeda dengan semua teater yang pernah diteliti. Biasanya teater dibangun di sebuah plaza untuk menghibur banyak orang," kata Martos López.


Di dekat amphiteater terdapat peluit, ocarinas, dan patung yang menggambarkan dewa suku bangsa Maya. Mereka sebagian besar dihiasi dengan dekorasi dinding di bawah bangunan.


Adegan yang mungkin ditampilkan di pangggung teater yakni seperti upacara penyiksaan terhadap para tahanan secara brutal hingga berakhir dengan pemenggalan. Tema yang selalu diangkat dalam pertunjukkan tak jauh-jauh dari penindasan. Ini merupakan hal yang lumrah sesuai fungsi panggung teater sebagai alat politik untuk menindas kaum minoritas.

Menurut Martos Lopez, sekitar tahun 850 suku Maya menggunakan sistem multepal atau sistem pemerintahan bersama di Plan de Ayutla. Mereka memainkan drama politik di panggung teater untuk memaksakan ideologi kepada kelompok minoritas lokal.

(Umi Rasmi. Discovery News)