Wednesday, February 2, 2011

8 Fakta Lain G30S



1349108177339432503
Tepat hari ini, 1 Oktober 2012 menjadi peringatan 47 tahun tragedi berdarah, Gerakan Satu Oktober (GESTOK). Banyak kawan muda yang masih kebingungan dengan fakta dari peristiwa ini. Ada yang mempercayai betul peristiwa ini versi Buku Putih Orde Baru namun ada juga yang masih meragukan kebenarannya. Beberapa fakta memang sengaja ditutupi oleh pemerintahan Orde Baru saat berkuasa, bahkan hingga saat ini hal tersebut masih tertutup rapat.
Berbicara kasus 65 memang bukan menjadi hal yang biasa dilakukan banyak kawan muda, banyak factor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya karena ketersediaan informasi mengenai fakta dan data sebenarnya mengenai kasus ini sangat sedikit dan masih diragukan kebenarannya.
Berikut beberapa fakta-fakta mengenai kasus 65 yang ditutupi mulai dari zaman Orde Baru hingga saat ini.
  1. Penyebutan akronim peristiwa ini. Di zaman Orba peristiwa ini disebut dengan akronim GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh). Akronim ini terlihat sangat jagal jika dikaitkan dengan sistematika EYD. Faktanya, akronim ini diciptakan oleh salah seorang Jendral AD bernama Brigjen Sugandhi Pemimpin Koran Angkata Bersenjata. Akronim sangat dipaksakan untuk diterima di masyarakat dengan tujuan untuk menyamakan peristiwa ini dengan Gestapo atau Polisi Rahasia NAZI yang terkenal kekejamannya. Presiden Soekarno sendiri sudah menyebut peristiwa ini dengan akronim yang sesuai dengan EYD, yaitu GESTOK (Gerakan Satu Oktober).

  2. Pemaksaan penyebutan GESTAPU pada faktanya peristiwa ini memang terjadi pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Bukan 30 September 1965. Penculikan serta pembunuhan para Jendral yang dilakukan beberapa perwira muda AD dilakukan pada subuh dini hari tanggal 1 Oktober 1965.

  3. Kejanggalan target pembunuhan para perwira muda AD. Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai PANGKOSTRAD tidak menjadi target pembunuhan. Beberapa fakta sejarah mengungkap bahwa ada kedekatan antara pemimpin lapangan perwira muda AD seperti Letkol Untung dan Latief dengan Soeharto. Buku John Roosa berjudul “Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan kudeta Soeharto” mengukap bagaiamana kedekatan Soeharto dengan Untung dan Latief, pemimpin perwira muda AD yang melakukan penculikan serta pembunuhan terhadap para Jendral. Soeharto merupakan mantan Komanda mereka saat bertugas di Brigade X Jogjakarta. Soeharto bahkan pernah melakukan perjalanan jauh menuju tempat pernikahan Untung. Kedekatan ini kemudian bertambah jelas ketika fakta yang menggambarkan bahwa malam sebelum penculikan dan pembunuhan para Jendral, Latief sempat bertemu dengan Soeharto di RSPAD Gatot Soebroto. Walaupun fakta ini ditampik sendiri oleh Soeharto dalam autobiografinya.

  4. Penyebutan Lubang Buaya. Salah seorang saksi hidup peristiwa ini (Alm) Letkol Heru Atmodjo menceritakan bahwa penyebutan Lubang Buaya sebagai tempat ditemukannya para mayat Jendral merupakan tempat pelatihan para pemuda/I PKI dan ormas-ormas yang berafiliasi dengan PKI, merupakan satu kekeliruan besar. Di medio tahun 60an, saat Indonesia sedang melakukan konfrotasi dengan Malaysia, memang dibentuk beberapa kelompok semi militer yang akan dikirim ke operasi Dwikora, mereka-mereka ini berasal dari BTI (Barisan Tani Indonesia), PR (Pemuda Rakyat), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), Pemuda NU, Pemuda Marhen dan lain sebagainya. Pelatihan militer ini memang sesuai dengan perintah Presiden Soekarno kala itu yang tidak menyetujui terbentuknya Negara Malaysia bikininan Inggris. Kemudian fakta ini dipelintir oleh Orba, mereka menyebut bahwa Lubang Buaya merupakan tempat perencanaan serta base camp para pemberontak yang akan menculik dan membunuh para Jendral. (Alm) Heru Atmodjo menjelaskan bahwa tempat pelatihan militer ini faktanya bertempat di daerah Pondok Karet yang kemudian dikatakan Lubang Buaya. Jarak antara Pondok Karet tempat ditemukan para mayat dengan Lubang Buaya berjarak sekitar 1-3 KM. (Alm) Heru juga menambahkan bahwa tempat pelatihan militer tersebut sudah ditutup pada tanggal 26 Juli 1965. (Alm) Heru Atmodjo sendiri merupakan Perwira Inteljen AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), ia sangat dekat dengan Jendral Oemar Dhani, KASAU (Kepala Staff Angkata Udara).

  5. Analisis dari sejarahwan luar negeri seperti Ben Anderson maupun John Roosa. Secara garis besar, analisis para sejarahwan ini mengungkap bahwa keterlibatan PKI secara organisasi/partai tidak terbukti. Hal ini bisa dilihat pasca peristiwa ini, disaat penangkapan serta pembunuhan para anggota PKI diseluruh pelosok negeri ini, baik dewan pimpinan pusat PKI maupun tingkat cabang tidak ada yang melakukan perlawanan. Jika adanya keterlibatan para pemimpin PKI seperti DN Aidit, Sjam, Ir.Subekti, dan lain-lain,hal ini bisa kita lihat dari pledio Ir.Sudisman, salah seorang pemimpin PKI atau anggota politbiro PKI. Pledio Ir.Sudisman menyebutkan bahwa keterlibatan DN Aidit sebagai Ketua PKI karena “jebakan” AD untuk membuat PKI melakukan serangan terlebih dahulu terhadap AD. Seperti yang diketahui bahwa AD merupakan musuh utama PKI dalam menjalankan politik praktis. Beberapa Jendral yang tewas dalam peristwa GESTOK merupakan orang-orang yang sangat anti Komunis.

  6. Pembantaian massal pacsa peristwa GESTOK. Jutaan orang yang dituduhkan terlibat dalam PKI maupun ormas yang berafiliasi dengan PKI menjadi korban. Data mengungkap bahwa korban pembunuhan yang dilakukan AD melalui RPKAD maupun yang dilakukan ormas-ormas seperti Banser NU mencapai 3 juta orang. Sebuah angka fantastis, rezim Pol Pot di Kamboja pun tak sebanyak ini korbannya, angka korban ini hanya bisa disaingi oleh rezim Hitler di Jerman saat Perang Dunia II. Sekitar 15.000 orang juga ditahan di Pulau Buru dan Pulau Nusakambangan. Jika angka 3 juta orang tewas terbukti kebenarannya, maka bisa disimpulkan rata-rata 1500 orang tewas tiap hari mulai dari 30 September 1965 sampai pada tahun 1967. Data dari Komisi Pencari Fakta (Robert Cribb, Abera, 2001), jumlahnya 78,000 orang terbunuh. Tapi, Oei Tju Tat yang adalah pemimpin tim investigasi menyebutkan bahwa jumlah korban lebih dari 780,000 orang. Sementara Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan Dan Ketertiban, Komando Militer untuk Pemulihan Keamanan dan Gangguan) melaporkan bahwa korban adalah satu juta orang (800,000 orang di Jawa Tengah dan Jawa Timur, 100,000 korban di Bali dan 100,000 di Sumatera). Menurut Jenderal Sarwo Eddy Wibowo Kepala di Komando Angkatan Bersenjata Khusus Komando Resimen (RPKAD) tangan kanan Suharto yang bertanggung jawab untuk menghancurkan PKI, disebutkan setidaknya ada 3.000.000 orang tewas. Hingga detik ini, Negara mengabaikan fakta ini bahkan ditutupi untuk membiarkan kasus ini terlupakan oleh zaman.

  7. Tuduhan bahwa organ-organ seperti Gerwani, BTI, Pemuda Rakjat ataupun Lekra juga terlibat dalam aksi berdarah GESTOK. Banyak korban pembantaian massal merupakan anggota dari ormas-ormas tersebut diatas. Penyebutan Lekra sebagai bagaian dari PKI juga kesalahan besar, seperti disebutkan dalam buku “Lekra tak membakar buku” karangan Muhidin M Dahlan dan Rhoma Dwi Aria, bahwa Lekra sebagai organisasi budaya tak ada sangkut pautnya dengan PKI. Lekra dan PKI memiliki kesamaan dalam melihat proses revolusi yang saat itu didengungkan oleh Presiden Soekarno. Sama-sama melihat kaum imperialis AS sebagai musuh bersama. Dalam buku tersebut, DN Aidit menyebut Lekra sebagai “Keluarga Komunis”.

  8. Fakta keterlibatan Amerika Serikat dalam tragedy ini. Para pejabat Amerika Serikat yaitu ; Averell Harriman, William Bundy, Howard P. Jones, mantan Duta Besar untuk Indonesia, dan Elsworth Bunker, Utusan Khusus Presiden Lyndon B. Johnson, dengan pangkat Duta Besar melakukan pertemuan pada bulan Marer 1965 di Manila, Filipina membicarakan rencana untuk melakukan aksi menjatuhkan PKI dan Soekarno. Kesimpulan akhir pada pertemuan ini adalah merancang suatu aksi untuk memancing PKI menggali lubang kehancurannya sendiri, dan menjatuhkan Soekarno dari tampuk kekuasaan. Pemaparan ini dijelaskan oleh (Alm) Heru Atmodjo, Perwira Intelejen AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia).






Fakta-fakta yang ditampilkan diatas merupakan sebagian kecil dari banyaknya fakta yang belum terungkap dalam peristiwa GESTOK. Beberapa fakta yang sudah diungkap pun masih belum semuanya diketahui masyarakat, utamanya kaum muda. Seperti fakta mengenai sokongan dana puluhan juta Dollar untuk AD, fakta mengenai laporan palsu mengenai siksaa yang didapat para Jendral, dan lain sebagainya.
Sebagai kaum muda, kita berharap semoga peristiwa ini tak pernah terulang lagi dan semoga kebenaran di tragedi ini segera terungkap.
Referensi :

  1. John Rossa. Dalih pembunuhan massal, gerakan 30 September, dan kudeta Soeharto. Jakarta; Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hastamitra 2008.

  2. Rhoma Dwi Aria dan Muhidin M Dahlan. Lekra tak membakar buku. Jogjakarta;Merakesumba 2008
  3. Pras